Rabu, Mei 19, 2010


Keajaiban yang Allah Ciptakan: Sungai Dalam Laut
Posted on Maret 8, 2010 by maramis setiawan
Beri Nilai


Subhanallah
وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمُا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَّحْجُورًا
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan) ; yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S Al Furqan:53)
Jika Anda termasuk orang yang gemar menonton rancangan TV `Discovery’ pasti kenal Mr.Jacques Yves Costeau , ia seorang ahli oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Orang tua yang berambut putih ini sepanjang hidupnya menyelam ke perbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat film dokumentari tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton di seluruh dunia.
Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba ia menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya kerana tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang masin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.

Fenomena ganjil itu memeningkan Mr. Costeau dan mendorongnya untuk mencari penyebab terpisahnya air tawar dari air asin di tengah-tengah lautan. Ia mulai berfikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi atau khalayan sewaktu menyelam. Waktu pun terus berlalu setelah kejadian tersebut, namun ia tak kunjung mendapatkan jawapan yang memuaskan tentang fenomena ganjil tersebut.
Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor Muslim, kemudian ia pun menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al Quran tentang bertemunya dua lautan (surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez . Ayat itu berbunyi
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ {19} بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لاَّيَبْغِيَانِ {20}
Artinya: “Dia biarkan dua lautan bertemu, di antara keduanya ada batas yang tidak boleh ditembus”. Kemudian dibacakan surat Al Furqan ayat 53 di atas.
Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diartikan sebagai lokasi muara sungai, di mana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi
يَخْرُجُ مِنْهُمَآ اللُّؤْلُؤُ وَالْمَرْجَانِ {22}
Artinya: “Keluar dari keduanya mutiara dan marjan”. Padahal di muara sungai tidak ditemukan mutiara.
Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera. Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad yang silam
Akhirnya terbukti pada abad 20. Mr. Costeau pun berkata bahwa Al Qur’an memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Dengan seketika dia pun memeluk Islam[2].

Allahu Akbar…! Mr. Costeau mendapat hidayah melalui fenomena teknologi kelautan. Maha Benar Allah yang Maha Agung. Shadaqallahu Al `Azhim.Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda[1]:
“Sesungguhnya hati manusia akan berkarat sebagaimana besi yang dikaratkan oleh air.” Bila seorang bertanya, “Apakah caranya untuk menjadikan hati-hati ini bersih kembali?” Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Selalulah ingat mati dan membaca Al Quran.”

Jika Anda seorang penyelam, maka anda harus mengunjungi Cenote Angelita, Mexico. Disana ada sebuah gua. Jika anda menyelam sampai kedalaman 30 meter, airnya air segar (tawar), namun jika anda menyelam sampai kedalaman lebih dari 60 meter, airnya menjadi air asin, lalu anda dapat melihat sebuah “sungai” di dasarnya, lengkap dengan pohon dan daun daunan.

Setengah pengkaji mengatakan, itu bukanlah sungai biasa, itu adalah lapisan hidrogen sulfida, nampak seperti sungai… luar biasa bukan? Lihatlah betapa hebatnya ciptaan Allah ta’ala.
sumber: www.ivandrio.wordpress.com
Dinukil oleh maramissetiawan di http://tegoeh.multiply.com/journal/item/390/
________________________________________
[1] Saya (maramis), belum mengetahui derajat hadits ini karena artikel yang saya nukil tidak menyebutkannya. Jika ada ikhwah fillah yang mengetahui derajatnya, mohon di sampaikan via kolom komentar.
[2] Setelah membaca dari komentar dan argumen para pembaca -semoga Allah merahmati Anda semua-, kami juga ragu apakah benar sang profesor masuk Islam. Tetapi, ‘ala kulli haal…fenomena diatas adalah fenomena yang memang menakjubkan, menunjukkan bahwa Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
DIarsipkan di bawah: Sains dan Teknologi | Ditandai: keajaiaban Islam, Keajaiban Allah

Senin, Mei 10, 2010

MIMOSINE


1. Judul : Pemanfaatan Daun Lamtoro (Leucaena lecocephala) sebagai Bahan Pakan Sumber Protein dan Mengurangi Akumulasi Logam Berat pada Tubuh Ayam Lokal

2. Latar Belakang

Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan kebutuhan protein, khususnya protein hewani bagi masyarakat menjadi bertambah besar. Protein yang berasal dari hewan ini menjadi kebutuhan vital sebagai penunjang kesehatan dan kecerdasan bangsa. Kandungan asam amino yang terdapat dalam protein hewani menjadikannya lebih baik sehingga tidak dapat digantikan dengan protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Masalah kekurangan energi dan protein di Indonesia, terutama yang menimpa anak-anak, ibu hamil dan yang sedang menyusui telah banyak dilaporkan. Kenyataan tersebut mendorong peternakan sebagai penghasil protein hewani untuk terus mengembangkan produksi ternak dalam jumlah besar dengan kualitas yang baik serta biaya produksi yang rendah.
Kebutuhan daging yang diproduksi pada umumnya berasal dari ternak sapi, kerbau, domba, kambing dan unggas. Ayam lokal merupakan jenis unggas yang banyak dipelihara di pedesaan. Pemeliharaannya masih bersifat tradisional dan biasanya dibiarkan begitu saja dengan pakan yang diberikan seadanya dan lebih banyak unggas tersebut mencari sendiri di alam. Sistem pemeliharaan tersebut menyebabkan performans ayam lokal kurang optimal dan membutuhkan waktu lama agar dicapai produksi yang maksimal. Untuk itu perlu dilakukan intensifikasi pemeliharaan ayam lokal agar dapat diusahakan dalam jumlah besar dan waktu yang dibutuhkan yang relatif singkat.
Intensifikasi pemeliharaan ayam lokal memberikan konsekuensi berupa biaya pakan yang harus dikeluarkan, padahal biaya pakan merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan yang dapat mencapai lebih dari 70% dari biaya produksi. Untuk itu diperlukan bahan pakan yang murah, persediaan terjamin dan tidak bersaing langsung dengan kebutuhan manusia.
Lamtoro merupakan sumber daya hayati yang potensial untuk digunakan sebagai pakan dengan dihasilkannya limbah hijauan yang bernilai nutrisi baik. Di Indonesia tanaman leguminosa ini mudah ditanam sehingga membantu penyediaan pakan secara kontinu, dimana lamtoro mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai penghasil hijauan makanan ternak sepanjang tahun. Tanaman ini dapat menghasilkan bahan kering dari unsur-unsur yang dapat dimakan (daun dan ranting-ranting kecil) sebesar 6-8 ton per hektar per tahun atau sekitar 20-80 ton bahan segar. Kandungan protein kasar hijauan lamtoro cukup tinggi, yaitu di atas 24%.
Ditinjau dari kandungan protein kasar serta komposisi asam amino, daun lamtoro cukup tinggi dan seimbang. Komposisi asam amino daun lamtoro hampir seimbang dengan tepung ikan kecuali lisine dan metionine lebih rendah, sedangkan bila dibandingkan bungkil kedelai kecuali asam glutamat, asam amino lainnya cukup seimbang. Dua komoditi di atas (tepung ikan dan bungkil kedele) merupakan komposisi bahan pakan terbesar dalam pakan pada industri makanan ternak di Indonesia serta hampir 100% impor.
Namun demikian terdapat kendala dalam pemanfaatan daun lamtoro tersebut sebagai pakan ayam, karena disamping mengandung zat-zat yang menguntungkan bagi ternak, daun lamtoro mengandung zat-zat yang merugikan bagi ternak, yaitu terdapatnya zat anti nutrisi mimosine. Mimosine merupakan golongan toksin asam amino, dimana kandungan pada daun berkisar 1,4-7,19 g/100 g bahan kering yang lebih tinggi pada seluruh hijauan, yaitu 0,70-3,59 g/100g. Mimosine menyebabkan berbagai macam pengaruh negatif terhadap ternak, alopacia adalah efek yang paling umum, kehilangan nafsu makan, produksi saliva berlebihan, inkoordinasi kaki, pembesaran kelenjar gondok, performan reproduksi buruk, menekan pertumbuhan dan kematian post natal. Mimosine juga menyebabkan defisiensi glisine untuk sintesis asam empedu sehingga menyebabkan penurunan absorpsi lemak yang pada akhirnya akan menyebabkan defisiensi vitamin dan pigmen yang larut lemak. Hal ini diduga dapat menyebabkan terganggunya deposisi pigmen pada jaringan unggas.
Efek mimosine akan berkurang bila senyawa tersebut terikat dengan kation bervalensi 2-3. Diantaranya dapat diikat dengan ion Fe 2+, Al3+ Cu2+, Pb2+, Ca2+ dan Mg2+ menjadi senyawa yang sukar diserap usus selanjutnya dekeluarkan bersama feses. Sifatnya yang mampu mengikat ion memberikan peluang bagi daun lamtoro selain sebagai bahan pakan sumber protein juga meredam toksisitas logam berat, dimana logam berat merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sampai saat ini menjadi perhatian oleh banyak kalangan terutama setelah mencuatnya kasus Teluk Buyat.
Timbal merupakan salah satu logam berat yang sangat beracun. Sumber pencemaran Pb utama berasal dari emisi kendaraan bermotor. Sumber kontaminasi Pb lainnya di antaranya mencakup cat, limbah peleburan logam, dan pestisida berupa Pb arsenat. Unsur ini mempunyai dampak kesehatan yang luas dan berbahaya yang dapat mempengaruhi hampir semua organ tubuh, misalnya ginjal, hati, sistem saraf, dan gastrointestinal. Mineral ini juga mempengaruhi metabolisme sintesis darah merah sehingga dapat menyebabkan anemia. Timbal ditimbun dalam tulang. Pada waktu mengalami stress, logam tersebut akan dimobilisasi dari tulang dan masuk ke dalam peredaran darah serta menimbulkan risiko terjadinya keracunan. Masuknya Pb ke aliran darah selanjutnya dibawa ke sistem saraf dan merusak jaringan saraf. Keracunan Pb yang akut dapat mengakibatkan perangsangan dalam sistem gastro-intestinal yang disertai dengan diare. Akibatnya kesehatan dan pertumbuhan terganggu, yang berakhir dengan peningkatan kematian.
Timbal masuk ke dalam tubuh ternak melalui pakan atau air minum yang tercemar sehingga produk pangan yang dihasilkannya juga tercemar Pb. Konsumsi pakan yang tercemar Pb ini lebih lanjut kemungkinan akan meningkatkan deposisi Pb dalam tubuh manusia. Risiko tubuh ternak tercemar Pb menjadi lebih besar karena tidak adanya standardisasi dan pemeriksaan yang jelas mengenai kadar Pb dalam bahan pakan di Indonesia. Untuk itu, pemberian bahan pakan dalam ransum ternak yang dapat mengikat Pb akan menyebabkan ternak terhindar dari pencemaran logam berat tersebut dan menghasilkan produk pangan yang aman dikonsumsi.

3. Perumusan Masalah
Lamtoro merupakan tanaman legume yang mengandung protein tinggi dan berpotensi sebagai bahan pakan sumber protein yang murah bila pohon tersebut dibudidayakan. Namun demikian, legume ini mengandung racun berupa mimosin yang berakibat mengganggu kesehatan bagi ternak. Di sisi lain senyawa tersebut dapat direduksi kemampuan toksiknya bila terikat dengan logam berat seperti Pb yang telah terbukti sangat menganggu kesehatan bagi hewan/manusia yang tercemar logam tersebut. Melihat hal tersebut, maka terdapat beberapa rumusan masalah yang menjadi objek penelitian, yaitu:

a. Sampai seberapa jauh penggunaan daun lamtoro sebagai bahan pakan sumber protein bagi ayam lokal.
b. Sampai seberapa jauh efek mimosin yang terkandung di dalam lamtoro dapat direduksi dengan kehadiran Pb dalam air minum yang tercemar terhadap performans ayam lokal.
c. Sampai seberapa besar kadar Pb dalam feses dan organ dalam (hati dan ginjal) ayam lokal akibat kehadiran mimosin dalam pakan yang mengandung lamtoro.

4. Tujuan Program
a. Mempelajari penggunaan daun lamtoro sebagai bahan pakan sumber protein bagi ayam lokal.
b. Mempelajari pengurangan toksiksitas dari mimosin yang terdapat dalam lamtoro pada pakan ayam lokal akibat kehadiran Pb dalam air minum yang tercemar.
c. Mengetahui kadar Pb feses dan organ dalam pada pakan ayam lokal yang mengandung mimosin pada daun lamtoro.

5. Luaran yang Diharapkan
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bentuk artikel ilmiah yang dapat dimuat dalam jurnal nasional.

6. Kegunaan Program
Kegunaan penelitian ini adalah dalam upaya memanfaatkan daun lamtoro sebagai bahan pakan sumber protein yang murah untuk mengurangi biaya pakan serta memanfaatkan senyawa yang terkandung didalamnya (mimosine) dalam meredam akumulasi Pb dalam tubuh ternak (ayam lokal). Hal ini dapat dijadikan model dalam upaya mencegah terjadinya pencemaran Pb dalam pakan/ransum.

7. Tinjauan Pustaka
Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Lamtoro atau nama latinnya Leucaena leucocephala adalah sejenis tumbuhan kacang-kacangan yang berbentuk pohon yang termasuk dalam keluarga Mimoseae. Lamtoro lebih dikenal dengan nama Kemlandingan atau Petai Cina. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah terdiri atas lebih dari 100 species, berupa semak dan pepohonan (Siahaan, 1982).
Pada permulaannya suku Indian Kuno seperti Maya dan Zapotec di negeri asalnya memanfaatkan lamtoro sebagai kayu bakar dan bahan bangunan serta sebagai bahan makanan. Dengan perkembangan zaman, kegunaan lamtoro berkembang menjadi penghasil kayu, arang, tanaman pelindung, tanaman selang, pelestari lingkungan, dan makanan ternak.
Menurut Meulen et al. (1979), lamtoro dapat digunakan untuk hijauan makanan ternak dan mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena lamtoro mudah ditanam, cepat tumbuh, produksi tinggi dan dapat tumbuh lama. Lamtoro merupakan spesies yang dominan digunakan sebagai pagar tanaman pada areal padang penggembalaan karena sifat tumbuh dan produksi daunnya yang baik. Pada pohon lamtoro kecil dapat mencapai tinggi sepanjang 2-3 m dalam satu tahun dengan penanaman yang berasal dari biji (Anonymous, 1989).
Pada lazimnya lamtoro ini dapat hidup dan berkembang subur di daerah tropis yang bercurah hujan terartur 760 mm atau kurang, bahkan tumbuhan tersebut juga mampu tahan hidup di daerah-daerah yang kering?tandus kurang hujan atau suhu iklim 10oC paling rendah (Soerodjotanojo, 1983). Hal ini disebabkan lamtoro mempunyai akar tunggang yang kuat dan berakar serabut sedikit. Panjang akar biasanya 2/3 tinggi pohonnya. Dengan demikian lamtoro dapat menghisap air dan zat-zat makanan jauh ke dalam tanah dimana tanaman lain tidak dapat mencapainya.
Di akarnya juga terdapat bintil-bintil dimana bakteri Rhizobium hidup secara saling menguntungkan sehingga tanaman ini dapat mengikat nitrogen dari udara. nItrogen sangat dibutuhkan oleh tanaman. Tidak semua tanah mengandung jenis dan jumlah bakteri Rhizobium yang tepat. Oleh karena itu, sebelum ditanam, lamtoro harus diinokulasikan trelebih dahulu. (Anonymous, 1982). Perbanyakan tanaman berasal dari biji dimana dalam 1 Ha lahan dapat digunakan 4-6 kg biji, sedangkan produksi benihnya 300 kg biji dalam 1 ha. Bila lamtoro ditanam untuk makanan ternak, pemotongan pertama dapat dilakukan sampai sisa tanaman adalah 2-4 inchi dari atas tanah (5-10 cm dari atas tanah) dan kemudian pemotongan berikutnya dapat dilakukan tiap 4 bulan sekali. Lamtor ditanam sebagai tanaman annual, biennial atau perennial. Sebagai tanaman annual, lamtoro dapat menghasilkan bahan kering yang dapat dimakan antara 6 sampai dengan 8 ton/ha atau sekitar 20-80 ton bahan segar per hektar per tahun (NAS, 1984). Penggunaan lamtoro sebagai pakan dibatasi karena adanya suatu racun yang disebut dengan mimosine. Tangendjaja (1983) menyatakan bahwa produksi hijauan lamtoro sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor : tanaman itu sendiri, kepadatan tanaman, tinggi pemotongan dan frekuensi pemotongan.
Nilai nutrisi daun lamtoro cukup baik. Hal ini terlihat pada Tabel 1yang menunjukkan bahwa tepung daun lamtoro mengandung protein tinggi, meskipun serta kasar dan abu juga cukup tinggi. Di samping itu, tampak kandungan karoten yang tinggi yang menunjukkan bahwa daun lamtoro dapat dimanfaatkan sebagai sebagai sumber pigmentasi bagi ternak unggas (Ruskin, 1977).

Mimosine
Mimosine adalah senyawa aromatik yang mirip dengan asam amino namun bukan protein yang menyebabkan alopecia (Hegarty et al., 1978). Rusmus kimia senyawa iini adalah β-N-(3-hydroxypyridone-4)-α-amino-propenoic acid (Brewbaker dan Hylin, 1965). Mimosine terdapat pada biji dan daun berbagai species Leucaena (D’Mello, 1991). Mimosine pertama kali diisolasi dari Mimosa pudica oleh Renz pada tahun 1936. Kemudian Wibaut dan Klippol pada tahun 1950 menemukan ileucaenin dari Leucaena leucocephala yang ternyata identik dengan mimosin, selanjutnya leuicenin disebut mimosine.
Mimosine mempunyai struktur yang sama dengan tyrosine dan phenilalanine dan telah diketahui dapat menggantikan asam amino tersebut. Penggantian dapat menyebabkan hilangnya enzim dan aktivitas fungsional protein (Puchala et al. 1995). Meulen et al. (1979) melaporkan bahwa mimosine atau beberapa komponen gotrogenic yang lain diduga berkaitan dengan metabolisme kelenjar thyroid. Hegarty et al. (1976) melaporkan bahwa mimosine itu sendiri tidak bersifat gitrogenik, tetapi lebih disebabkan oleh komponen 3,4-dehydrokxypyridine (3,4-DHP). Selanjutnya dilaporkan bahwa mimosine dapat menekan konsumsi iodine oleh kelenjar thyroid tikus, sementara 3,4 DHP menekan konsumsi iodine sebesar 50% bahkan ketika hewan diberi pakan tinggi iodine sehingga menakibatkan turunnya kadar hormon thyroksin dalam darah yang berguna untuk metabolisme yang pada akhirnya dapat menekan pertumbuhan. L-Thyrosine decarboxilasi dikatalisa oleh enzim tyrosine bakterial yang dihambat jika mimosine diinkubasi dengan enzim tersebut (Grove et al. 1978). Jika mimosine dan tyrosine diinkubasi, reaksi dekarboksilasi menunjukkan adanya komplek tyrosine dan mimosin.
Kandungan mimosine daun dan batang muda lebih tinggi dibanding daun dan batang yang tua. Menurut Brewbaker dan Hylin (1965) kandungan mimosine dipengaruhi oleh varietas tanaman lamtoro. Meskipun lamtoro telah banyak digunakan sebagai pakan di negara-negara tropis, mimosine menyebabkan keracunan pada ternak. Jones (1979) menyatakan bahwa ternak ruminansia lebih tahan dibandingkan ternak berlambung tunggal, sebab ternak ruminansia mempunyai bakteri dalam rumen yang mampu mengubah mimosine menjadi 3-hydroksi-4 (1H)-pyridone (DHP) yang kurang beracun. Selanjutnya dinyatakan oleh D’mello (1992) bahwa mimosine merupakan sumber toksin terbesar dari tepung daun lamtoro untuk unggas. D’Mello (1992), 3,4-DHP diduga terdapat juga pada daun legume sebagai aktivitas enzim pasca panen (pasca pemotongan). Selain itu Lowry (1983) menyatakan bahwa selain 3,4-DHP juga terdapat goitrogen lain dan isomer 2,3-DHP yang disintesis di rumen dan beberapa bakteri rumen mampu mendegradasi kedua bentuk DHP menjadi bentuk yang belum teridentifikasi yang merupakan komponen tidak beracun. D;Mello (1992) menyatakan bahwa pada ruminansia selama degradasi mimosine menjadi 3,4-DHP mempengaruhi kehilangan citarasa (apetite), goitre, penurunan kadar tyroksin dalam darah.
Sebelumnya dilaporkan oleh Hegarty et al. (1964), bahwa ayam yang disuntik mimosine tidak ditemukan DHP mimosine maupun DHP dalam fesesnya. Pada ayam, Manfred et al. (1983) menyatakan bahwa bila dosis tidak melebihi dari 0,19 g/kg bobot ayam, mimosine tidak akan menyebabkan hambatan pertumbuhan. Librojo dan Hathcock (1974) menemukan mimosine dalam urine yang diambil dari ureter ayam yang disuntik mimosine secara intravena dan diberi pakan tepung daun lamtoro hingga 30%. Hal ini membuktikan bahwa ayam juga mampu mengubah mimosine menjadi DHP. Sedangkan Samarnu (1986) melaporkan bahwa penambahan tepung daun lamtoro mempunyai sifat menghambat terhadap pertumbuhan alat reproduksi dan produksi telur. Penambahan 10% dan 20% tepung daun lamtoro pada periode grower menyebabkan pertumbuhan badan, jengger dan dewasa kelamin terhambat. Demikian pula perkembangan ovarium terhambat ditandai dengan perubahan struktur ovarium. Dipihak lain pemberian tepung daun lamtoro 5%, 10% dan 20% menyebabkan kenaikan tingkat warna kuning telur dan kenaikan Hugh Unit pada level 10% dan 20%.
Puchala et al. (1995) menyatakan bahwa toksin mimosine menyebabkan defisiensi glisine untuk sintesis asam empedu, sehingga menyebabkan penurunan absorbsi asam lemak sehingga menyebabkan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. (Danielsoon dan Tchen (1968) menyatakan bahwa asam empedu berada dalam bentuk konjugasi dengan glisine atau taurine, yang dikatalisis oleh fraksi mikrosomal dan membutuhkan ATP, koenzim A dan Mg2+. Pola konjugasi ini dipengaruhi oleh pakan, aktivitas hormon tyroid dan penyakit. Selanjutnya dinyatakan oleh Piliang et al. (1991) bahwa garam empedu dibentuk dalam hati dan terdiri atas Natrium glycocholat dan Natrium taurokholat yang berfungsi meningkatkan kerja enzim-enzim pankreas seperti amylase, trypsin dan terutama lipase. Garam garam empedu juga meningkatkan absorpsi usus terhadap vitamin-vitamin larut lemak. Bila saluran empedu mengalami ganguan maka sekitar 25-75% lemak yang dikonsumsi akan diekskresikan melalui feses dalam bentuk asam lemak.

Detoksifikasi Mimosine
Berbagai usaha yang dilakukan untuk menrunkan daya racun mimosine dalam daun lamtoro diantaranya adalah dengan pemanasan, penambahan garam sulfat, penambahan senyawa analog mimosine, pencucian, emndapatkan varietas baru yang rendah kandungan mimosinenya.
Lowry et al. (1983) menyatakan bahwa perubahan mimosine menjadi DHP dapat pula dilakukan oleh enzim yang terdapat di dalam daun, batang, dan biji lamtoro. Enzim ini akan menjadi aktif bila jaringan tanaman lamtoro segar dihancurkan misalnya dikunyah oleh ternak. Pemecahan mimosine menjadi DHP yang optimal terjadi pada suhu 70oC selama 15 menit. Murthy et al. (1994) melakukan penelitian dengan pelakuan fisik pengeringan matahari sampai dengan dry matter lebih dari 90% dan pengovenan pada suhu 100oC selama 12 jam serta perendaman dalam air selama 12 jam, inkubasi dalam larutan FeSO4 0,2% selama 12 jam serta inkubasi dalam larutan 5% NaOH. Perlakuan fisik tersebut menghasilkan penurunan mimosine yang terbaik dan kehilangan protein yang terkecil. Setelah dicobakanm ke ayam broiler memberikan pertambahan bobot badan dan konversi pakan yang tidak berbeda dengan kontrol. Meulen et al. (1979) menyatakan bahwa mimosine mempunyai kemampuan mengikat ion Fe2+, Al3+, Cu2+, Pb2+, Ca2+ dan Mg2+ menjadi senyawa yang sukar diserap usus dan selanjutnya dikeluarkan bersama feses. Pada proses pengikatan Fe2+ tidak langsung diikat oleh mimosine melainkan mengalami oksidasi menjadi Fe3+ . Berkurangnya pengaruh mimosine setelah penambahan FeSO4 telah dibuktikan oleh Labadan (1969). Dosis FeSO4 yang ditambahkan ke dalam pakan ayam adalah 0,15% dan 0,30%. Sementara itu, Puchala et al. (1995) menyatakan bahwa mimosine dapat diturunkan dengan menambahakan larutan FeSO4 sebanyak 12,6 g/kg lamtoro. Labadan (1969) menyatakan bahwa penambahan senyawa analog mimosine, yaitu tirosin, piridoksin, dan niasin ke dalam pakan juga dilakukan pada pakan yang mengandung tepung daun lamtoro 10,20 dan 40%. Sepertihalnya pengaruh penambahan senyawa analog mimosine juga memperbaiki pertumbuhan badan, konversi pakan dan menurunkan mortalitas ayam percobaan. Selain tiu juga diteliti mengenai pengaruh pencucian terhadap daya racun mimosine. Daun lamtoro sebelum dibuat tepung dicuci terlebih dahulu dengan air. Ternyata setelah diberikan pada ayam dapat memperbaiki pertumbuhan badan, konversi pakan, dan menurunkan mortalitasnya. Meulen et al. (1979) menyatakan bahwa merendam dan mencuci daun lamtoro ternayata menurunkan kandungan mimosine dari 7,19% menjadi 5,96%.

Timbal dan Dampaknya pada Kesehatan
Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat dan memiliki sifat toksik. Baird (1995), Pb termasuk dalam sepuluh besar racun yang berbahaya bagi manusia. Menurut Saeni (1997) Pb merupakan logam berat yang paling berbahaya kedua, setelah merkuri.
Sumber pencemaran Pb utama berasal dari emisi kendaraan bermotor. Adanya Pb dalam bahan bakar karena adanya bahan aditif berupa Pb tetra etil yang dikenal dengan TEL (tetra ethyl lead) dengan rumus kimia Pb(C2H5)4 yang sengaja diberikan untuk meningkatkan nilai oktan bahan bakar bensin (Soedomo et al. 1983). Menurut Haslett (1984), rata-rata 2/3 sampai 3/4 dari kadar Pb dalam TEL akan diemisikan ke udara. Menurut Ferguson (1991) Pb yang berasal dari emisi kendaraan bermotor di udara dapat berbentuk aneka macam senyawa dan yang utama adalah bentuk PbClBr, PbBr2 atau PbCl2, yang selanjutnya dengan pengaruh sinar matahari, senyawa-senyawa tersebut akan berubah menjadi PbO. Sebagian Pb akan tetap berada di udara, sebagian lagi akan jatuh ke bumi dan mengendap. Bila pH tanah asam rendah, Pb akan mudah larut dan diserap oleh tanaman (Sumarwoto 2004). Sumber kontaminasi Pb lainnya di antaranya mencakup cat, limbah peleburan logam, dan pestisida berupa Pb arsenat (NRC 1972).
Timbal dapat masuk ke tubuh di samping melalui makanan atau minuman, juga melalui udara dan menembus langsung melalui kulit. Linder (1992) menyatakan bahwa bila masuk ke dalam tubuh, Pb didistribusikan melalui darah yang hampir semuanya ada di dalam eritrosit. Sekitar 90% Pb akan ditimbun dalam tulang dan sisanya dalam jaringan lunak terutama hati dan ginjal. Oleh tubuh, Pb diekskresikan dalam empedu, dan 10 hingga 20% melalui urine. Zat-zat pengkhelat seperti EDTA dapat menghilangkan Pb yang berlebihan dari jaringan lunak pada tubuh.
Menurut Haslett (1984) orang yang banyak menghirup Pb dapat menjadi stress. Sedangkan Baird (1995) dan Saeni (1989) menyatakan bahwa Pb dapat menumpuk pada tulang karena ion Pb2+ dapat mengantikan ion Ca2+ pada tulang yang memiliki ukuran sama sehingga menyebabkan defisiensi Ca. Akibat keracunan Pb lainnya adalah tidak berfungsinya sperma. Pada dosis tinggi, Pb mengakibatkan anemia, gagal ginjal, tekanan darah tinggi, dan kerusakan otak permanen. Dikatakan pula bahwa anak-anak di bawah usia tujuh tahun merupakan kelompok yang paling rentan terhadap Pb karena dapat mempengaruhi pertumbuhan otak dan mentalnya. Baird (1995) menyatakan bahwa hasil penelitian di Australia pada anak dengan kandungan Pb sebesar 30 g/100 g darah, rata-rata memiliki IQ 4 sampai 5 satuan lebih rendah dibandingkan anak dengan kandungan Pb 10 g/100 g darah. Keracunan Pb pada hewan akan mengalami pika dan anoreksia (Cohen et al. 1984), serta mengubah psikologi (MRC 1988) dan fisiologi (IPCS 1993) tubuh hewan tersebut.
8. Metode Penelitian
Hewan Percobaan dan Perlakuan
Hewan percobaan yang digunakan berupa ayam lokal jantan sehat umur sekitar 2-3 bulan dengan bobot badan relatif sama sebanyak 30 ekor. Ayam tersebut dialokasikan ke dalam 6 perlakuan yang diulang 5 kali, masing-masing unit percobaan mengandung 1 ekor ayam lokal. Ayam lokal tersebut ditempatkan dalam kandang individu. Ransum yang digunakan terdiri atas : daun lamtoro, tepung ikan, bungkil kedele, jagung kuning, dedak padi (sebagai perlakuan), minyak sawit, dikalsium fosfat dan premiks. Ransum disusun dengan kandungan protein dan energi metabolis berturut-turut sebesar 16% dan 2600 kkal/kg. Ternak dipelihara selama 60 hari. Logam berat yang dijadikan bahan pencemar adalah Pb yang diberikan lewat air minum. Adapun perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah paket ransum sebagai berikut :

a) Ransum mengandung 0% daun lamtoro
b) Ransum mengandung 15% daun lamtoro
c) Ransum mengandung 30% daun lamtoro
d) Ransum mengandung 0% daun lamtoro + air minum 100 ppm Pb
e) Ransum mengandung 15% daun lamtoro + air minum 100 ppm Pb
f) Ransum mengandung 30% daun lamtoro + air minum 100 ppm Pb

Peubah yang Diamati
Pengukuran Bobot Akhir
Pengukuran Bobot akhir dilakukan dengan mengukur bobot hidup ayam pada akhir penelitian.

Pengukuran Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan diperoleh dengan mengurangi bobot akhir penelitian dengan bobot awal penelitian. Penimbangan dilakukan pada pagi hari sebelum ayam tersebut mendapatkan ransum.
Pengukuran Konsumsi Ransum
Penghitungan konsumsi bahan kering dilakukan setiap hari dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum yang tidak dimakan pada hari berikutnya.
Pengukuran Konversi Ransum
Konversi ransum diperoleh dengan membagi jumlah konsumsi bahan kering setiap hari dengan pertambahan bobot badan harian.

Pengukuran Kadar Pb pada Hati, Ginjal dan Feses

a) Pengabuan Basah (Wet Ashing)
Pengukuran kadar mineral sampel terlebih dahulu dilakukan preparasi dengan metode wet ashing (Restz et al. 1960). Sampel ditimbang dalam Erlenmeyer 100 ml, kemudian ditambahkan HNO3 pekat 5 mL dan dibiarkan selama 1 jam sampai menjadi bening. Berikutnya sampel dipanaskan selama 4 jam di atas hot plate. Setelah 4 jam lalu sampel didinginkan dan ditambahkan 0.4 mL H2SO4 pekat, kemudian dipanaskan kembali selama ± 30 menit. Pada saat perubahan warna, sampel diteteskan 2-3 tetes larutan campuran HClO4 + HNO3 (2:1) dan setelah itu dipanaskan lagi selama ± 15 menit. Terakhir, sampel ditambahkan 2 mL aquades dan secara bersamaan ditambahkan 0.6 mL HCl pekat, setelah itu dipanaskan selama ± 15 menit sampai larut. Sampel dibiarkan menjadi dingin dalam suhu kamar, lalu dilarutkan dengan aquades sampai 100 mL dalam labu takar dan disiapkan untuk dianalisis dengan atomic absorption spectroscopy (AAS).

b) Pengukuran Mineral
Sampel hasil wet ashing ditambahkan 0.05 mL larutan Cl3La.7H2O, lalu disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit, kemudian diukur absorbansinya dengan AAS pada panjang gelombang sesuai dengan jenis mineral yang akan dibaca. Semua hasil pembacaan dibandingkan dengan kurva standar.

Teknik Analisis Data
Penelitian dilakukan secara eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap. Data dianalisis dengan Sidik Ragam yang dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

Model Matematika : Yij =  + i + ij

di mana, : Yijk = Respons hasil pengamatan
 = Rata-rata umum
i = Pengaruh perlakuan ke-i
ij = Pengaruh komponen galat
i = Banyaknya perlakuan (1, 2,...,8)
j = Banyaknya ulangan (1, 2, 3, 4,)

Asumsi :
1. Nilai ij menyebar normal satu sama lain
2. ij = 0
3. ij 2= 2
Jadi, ij  N (0, 2)

9. Jadwal Pelaksanaan Program
Pelaksanaan kegiatan direncanakan selama 8 bulan, dengan jadwal kegiatan sebagai berikut:

Jenis Kegiatan Tempat Person
el Bulan Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8
Pencarian Ba-han
Persiapan Kan-dang
Penyusunan Ransum
Pemeliharaan
Sampel organ dalam, daging dan feses
Analisis Min-eral
Pengolahan data
Pembuatan lap-oran
Seminar di Fa-kultas
Pengiriman La-poran


10. Personalia Penelitian
1. Ketua Peneliti
a. Nama lengkap dan gelar : Deny Saefulhadjar, S.Pt, M.Si
b. Golongan, pangkat/ NIP : III-A/ Penata Muda/132145765
c. Jabatan fungsional : Asisten Ahli
d. Jabatan struktural : Tidak ada
e. Fakultas/Program Studi : Peternakan /Nutrisi dan Makanan Ternak
f. Perguruan Tinggi : Universitas Padjadjaran
g. Bidang Keahlian : Nutrisi Ternak Unggas
h. Waktu yang disediakan : 12 jam/minggu

2. Anggota Peneliti
a. Nama lengkap dan gelar : Iman Hernaman, Ir. M.Si
b. Golongan, pangkat/ NIP : III-D, Penata Tk 1/132146262
c. Jabatan fungsional : Lektor
d. Jabatan struktural : Tidak ada
e. Fakultas/Program Studi : Peternakan/Nutrisi dan Makanan Ternak
f. Perguruan Tinggi : Universitas Padjadjaran
g. Bidang Keahlian : Nut., Makanan Ternak dan Kimia Pakan
h. Waktu yang disediakan : 8 jam/minggu

3. Anggota Peneliti
a. Nama lengkap dan gelar : Kurnia A.Kamil, Ir. M.Agr.Sc, M.Phil
b. Golongan, pangkat/ NIP : III-D, Penata Tk1/131408367
c. Jabatan fungsional : Lektor
d. Jabatan struktural : Tidak ada
e. Fakultas/Program Studi : Peternakan/Nutrisi dan Makanan Ternak
f. Perguruan Tinggi : Universitas Padjadjaran
g. Bidang Keahlian : Fisiologi Ternak
h. Waktu yang disediakan : 8 jam/minggu




11. Rincian Anggaran Penelitian

JENIS BIAYA JUMLAH
Pelaksanaan Kegiatan
• Pakan (32 ekor x 100 g/hari x 60 hari x Rp 3.000,-/kg ) Rp. 576.000.-
• Analisis Proksimat Bahan Pakan (4 bahan x Rp.150.000,-) Rp. 600.000,-
• Bahan Kimia Pb Asetat (Pro Analisis kemasan 250 g) Rp. 500.000,-
• Ayam lokal 32 ekor x Rp. 10.000,- Rp. 320.000.-
• Sewa Kandang 2 bulan Rp. 200.000.-
• Analisis Pb bahan pakan (4 x Rp. 30.000,-) Rp. 120.000,-
• Analisis Pb ginjal, hati dan Feses (3 x 32 ekor x Rp. 30.000) Rp. 2.880.000.-
Dokumentasi Rp. 90.000.-
Perbanyakan dan Pembuatan Laporan Rp. 250.000,-
Seminar Rp. 200.000
Total Rp. 5.736.000,-

pkm tahu

Projek pkm- P
ROMA NUGRAHA RUSPUTRA

1. JUDUL : Pembuatan Biofertilizer yang Berasal dari Limbah Cair Tahu Untuk Pertumbuhan Tomat

2. Latar Belakang
Di era globalisasi perkembangan industri di Indonesia semakin pesat, berdasarkan skalanya industri dibedakan menjadi dua kelompok yaitu industri besar dan kecil. Berbagai macam industri tersebut antara lain industri kimia, kertas, tekstil dan semen. Adapun contoh industri kecil antara lain industri tahu, tempe dan krupuk. Banyaknya industri dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif dari industri antara lain terciptanya lapangan pekerjaan dan pemanfaatan teknologi baru di berbagai bidang. Adapun dampak negatifnya berasal dari limbah industri yang bersangkutan.
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu limbah cair, gas dan partikel, serta padat. Sedangkan berdasarkan nilai ekonominya, limbah dibedakan menjadi limbah yang memiliki nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah yang apabila diproses akan memberikan suatu nilai tambah. Salah satu contoh adalah limbah pabrik gula, tebu merupakan limbah yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri alkohol, sedangkan ampas tebu dapat dijadikan bahan baku kertas karena mudah dibentuk menjadi bubur pulp. Limbah non ekonomis yaitu suatu limbah walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah system pembuangan. Limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan (Kristanto, 2002).
Industri tahu merupakan salah satu jenis industri kecil yang limbah cair nya perlu segera ditangani karena di dalam proses produksinya mengeluarkan limbah cair yang cenderung mencemari lingkungan perairan di sekitarnya baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Moertinah dan Djarwanti, 2003). Limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu masih mengandung padatan tersuspensi dan terlarut yang dapat mencemari perairan, oleh karena itu harus diturunkan kadarnya sebelum dibuang ke perairan. Air limbah industri tahu berasal dari proses pencucian dan perendaman kedelai, serta dari pengepresan dan pencetakan tahu. Selain itu juga dari sisa larutan serta dari proses pencucian peralatan masak (Djarwanti dkk, 2000A). Buangan air limbah ini masih banyak mengandung zat organik,seperti protein, karbohidrat, lemak, zat terlarut yang mengandung padatan tersuspensi atau padatan terendap (Sola, 1994).
Adanya bahan organik yang cukup tinggi (ditunjukkan dengan nilai BOD dan COD) menyebabkan mikroba menjadi aktif dan menguraikan bahan organik tersebut secara biologis menjadi senyawa asam-asam organik. Peruraian ini terjadi disepanjang saluran secara aerob dan anaerob. Timbul gas CH4, NH3 dan H2S yang berbau busuk (Djarwanti dkk, 2000A).
Salah satu cara untuk mengatasi limbah tahu agar tidak berdampak buruk pada lingkungan yaitu dengan dibuat biofertilizer. Biofertilizer atau sering kita kenal sebagai pupuk hayati adalah ………………………………………………………………………………………
Dari hasil biofertilizer ini kita dapat jadikan pupuk yang alami yang ramah lingkungan pupuk ini dapat digunakan dalam berbagai tumbuhan salah satu nya adalah pada tanaman tomat. Buah tomat saat ini merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi dan masih memerlukan penanganan serius, terutama dalam hal peningkatan hasilnya dan kualitas buahnya. Siapa tak kenal tomat. Sayur buah berwarna merah. Kaya akan vitamin C dan Antioxidan. Tomat (Solanum lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) merupakan tumbuhan keluarga Solanaceae, asli Amerika Tengah dan Selatan, dari Meksiko sampai Peru. Siklus hidup tanamannya singkat, dapat tumbuh setinggi 1 sampai 3 meter, selain itu tanaman tomat juga mempunyai waktu tumbuh yang singkat yaitu ± 3 bulan.
Apabila dilihat dari rata-rata produksinya, ternyata tomat di Indonesia masih rendah, yaitu 6,3 ton/ha jika dibandingkan dengan negara-negara Taiwan, Saudi Arabia dan India yang berturut-turut 21 ton/ha, 13,4 ton/ha dan 9,5 ton/ha (Kartapradja dan Djuariah, 1992). Kemampuan tomat untuk dapat menghasilkan buah sangat tergantung pada interaksi antara pertumbuhan tanaman dan kondisi lingkungannya. Faktor lain yang menyebabkan produksi tomat rendah adalah penggunaan pupuk yang belum optimal serta pola tanam yang belum tepat.


3. Perumusan Masalah

Selama ini limbah tahu telah menjadi momok yang menakutkan untuk pencemaran lingkungan yang akan berakibat merusak maka dengan ini kami ingin membuat suatu penelitian yang dapat mengubah limbah tahu agar dapat bermanfaat dan dapat digunakan kembali.

4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan agar dapat menciptakan suatu produk yang ramah lingkungan dan dapat bermanfaat bagi kehidupan di dunia ini.

5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengurangi efek dari limbah tahu yang dapat berakibat negatif bagi kelangsungan hidup semua orang.

6. Tinjauan Pustaka

Menurut Hierodenimus Budi Santoso dalam bukunya ‘Pembuatan Tempe Dan Tahu’.(2000)Tahu berasal dari negeri Cina. Kata “tahu sendiri sesungguhnya berasal dari bahasa Cina, yakni : tao-huatau teu-hu. Suku kata tao atau teu berarti kacang kedelai, sedangkan hu berarti hancur menjadi bubur. Dengan demikian secara harafiah, tahu adalah makanan yang bahan bakunya kedelai yang dihancurkan menjadi bubur.
Tahu dapat berisi hingga 6 gram lemak, tahu sutera mengandung sekitar 5 gram lemak. Meskipun tahu lemak jenuh, namun itu masih lebih rendah dibandingkan dengan daging. Sedikitnya ada dua macam jenis tahu yang rendah lemak yang ada di pasaran. Tahu bubuk juga ada di pasar makanan alami dan toko-toko makanan Asia. Tidak lebih sulit membuatnya dibandingkan tahu segar. Kandungan gizi yang terdapat di dalam tahu cukup tinggi, dan juga mengandung beberapa asam amino yang dibutuhkan tubuh manusia, John Heinnermen dalam bukunya ‘Khasiat Kedelai Bagi Kesehatan Anda’.(2003).
Proses pembuatan tahu akan menghasilkan limbah(cair atau padat), limbah ini(cair) sangat menggangu lingkungan. (Khairinal dan Trisunaryanti, 2000).

Masalah pencemaran semakin menarik perhatian masyarakat, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini. Hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya kasus-kasus pencemaran yang terungkap ke permukaan. Perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas lingkungan. Penanganan masalah pencemaran menjadi sangat penting dilakukan dalam kaitannya dengan pembangunan berwawasan lingkungan terutama harus diimbangi dengan teknologi pengendalian pencemaran yang tepat guna (Haryono, 1997).




6.1 Biofertilizer





6.2 Limbah Cair Tahu
Perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas lingkungan. Penanganan masalah pencemaran menjadi sangat penting dilakukan dalam kaitannya dengan pembangunan berwawasan lingkungan terutama harus diimbangi dengan teknologi pengendalian pencemaran yang tepat guna (Haryono, 1997). Masalah pencemaran semakin menarik perhatian masyarakat, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini. Hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya kasus-kasus pencemaran yang terungkap ke permukaan.
Pada umumnya industri-industri besar telah memiliki instalasi pengolahan limbah, sehingga pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri tersebut hampir seluruhnya telah dapat ditangani. Sebaliknya, limbah yang berasal dari industri kecil masih perlu diperhatikan karena kebanyakan industri kecil belum memiliki instalasi pengolahan limbah sendiri Industri tahu merupakan salah satu jenis industri kecil yang limbah cairnya perlu segera ditangani karena di dalam proses produksinya mengeluarkan limbah cair yang cenderung mencemari lingkungan perairan di sekitarnya baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Moertinah dan Djarwant, 2003)

Limbah cair yang mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, mengalami perubahan fisik, khemis, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman. Kuman ini dapat berupa kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada tahu itu sendiri ataupun pada manusia Limbah akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini akan mengakibatkan gangguan pernafasan. Apabila air limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan sumur maka air sumur itu tidak dapat dimanfaatkan lagi, apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan maka akan menimbulkan penyakit gatal, diare, dan penyakit lainnya (http://www.menlh.go.id/usaha-kecil/olah/tahu.htm).

6.3 Identifikasi Bakteri pada Limbah Tahu
Menurut Kepala Balai Pengembangan Makanan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian (BBIHP) Bogor, Ir Basrah, yang bersama Ir Dadang Supriatna telah meneliti hal tersebut, nata adalah sejenis makanan penyegar yang bahan bakunya kini dari air kelapa dan biasa dikenal dengan sebutan nata decoco, disebutkan pula, hasil penelitian yang dilakukannya menunjukakkan air limbah pengolahan tahu, baik air limbah
pengolahan tahu Cina (yang dibuat dengan penggumpal siokho) atau limbah pengolahan tahu biasa (yang dibuat dengan penggumpal asam/air biang), dapat dimamfaatkan unutk pembuatan (nata de coco).
Sebagai makanan atau lauk pauk yang realtif murah dan bergizi, tahu juga dikenal berprotein tinggi. Berdasarkan data dari statistik yang ada, industri pengolahan tahu di Indonesia sebanyak 4.000 unit yang tersebar di Jawa Barat dan berbagai daerah lainnya.
Jika ditinjau dari komposisi kimianya, ternyata air limbah tahu mengandung nutrien-nutrien (protein, karbihidrat, dan bahan-bahan lainnya) yang jika dibiarkan dibuang begitu saja ke sungai justru dapat menimbulkan pencemaran. Tetapi jika dimamfaatkan akan menguntungkan perajin tahu atau masyarakat yang berminat mengolahnya.
Whey tahu selain mengandung protein juga mengandung vitamin B terlarut dalam air, lestin dan oligosakarida. Whey tahu mempunyai prospek untuk dimamfaatkan sebagai media fermentasi bakteri, diantaranya bakteri asam asetat Asetobacter sp termasuk bakteri Asetobacter xylinum. Asetobacter xylinum dapat mengubah gula subtat menjadi gelselulosa yang biasa dikenal dengan nata
Dengan pertolongan bakteri tersebut (Asetobacter xylinum) maka komponen gula yang ditambahkan ke dalam subtrat air limbah tahu dapat diubah menjadi suatu bahan yang menyerupai gel dan terbentuk di permukaan media. Menurut hasil penelitian micorbial cellulose ini nata selain untuk makanan, sekarang (teruatma di Jepang) telah dikembangkan unukt kseperluan peralatan-peralatan yang berteknologi tinggi, misalnya untuk membran sound
system.(Harian Umum Suara Pembaruan, 4 Oktober 1994,) file:///C:/Documents%20and%20Settings/Administrator/My%20Documents/seminar/bhn%20sk ipsi/0001.html)
6.4 Fermentasi




6.5 Tanaman Tomat










7. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan indikator berupa semple limbah tahu dari 2 pabrik yang dari masing-masing, sebagai pembanding untuk mengetahui jenis mikroba apa yang terdapat didalamnya. Yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai Biofertilizer pada tanaman tomat.



















Variable dalam penelitian 2 limbah tahu sebagai pembeda :
variable 1 limbah tahu di pabrik A
variable 2  limbah tahu di pabrik B

Model yang digunakan acak lengkap dengan 2 X pengulangan

Rancangan penelitian 



Teknik pengumpulan data 



Analisis data  Penelitian dilakukan secara eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap. Data dianalisis dengan Sidik Ragam yang dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).




Cara penafsiran 



Penyimpulan 









Hasil dan Pembahasan

1. Limbah Industri Pangan
Sektor Industri/usaha kecil pangan yang mencemari lingkungan antara lain ; tahu, tempe, tapioka dan pengolahan ikan (industri hasil laut). Limbah usaha kecil pangan dapat menimbulkan masalah dalam penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein, lemak , garam-garam, mineral, dan sisa0sisa bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Sebagai contohnya limbah industri tahu, tempe, tapioka industri hasil laut dan industri pangan lainnya, dapat menimbulkan bau yang menyengat dan polusi berat pada air bila pembuangannya tidak diberi perlakuan yang tepat.
Air buangan (efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan dengan Biological Oxygen Demand ( BOD) tinggi dan mengandung polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas dan insektisida. Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya.



Daftar Pustaka
• Kristanto, Philip. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit ANDI
Moertinah, Sri dan Djarwanti. 2003. Penelitian Identifikasi Pencemaran Industri Kecil Tahu-Tempe di Kelurahan Debong Tengah Kota Tegal dan Konsep Pengendaliannya. Laporan Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang
Djarwanti, Moertinah, S., dan Harihastuti, N. 2000. Penerapan IPAL Terpadu Industri Kecil Tahu di Adiwerna Kabupaten Tegal. Laporan Penelitian.Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang
Djarwanti, Sartamtomo, dan Sukani. 2000. Pemanfaatan Energi Hasil Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu. Laporan Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang
Sola, Laban. 1994. Pengembangan dan Uji Coba Peralatan Pengolahan Air Limbah Industri Tempa dan Tahu. Laporan Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Ujung Pandang
• file:///E:/PKM/TAHU/aHR0cDovL2RpZ2lsaWIudW5uZXMuYWMuaWQvZ3NkbC9jb2xsZWN0L3Nrcmlwc2kvYXJjaGl2ZXMvSEFTSGVlY2EuZGlyL2RvYy5wZGY=.htm
• http://www.menlh.go.id/usaha-kecil/olah/tahu.htm
• file:///C:/Documents%20and%20Settings/Administrator/My%20Documents/seminar/bhn%20skripsi/0001.html
• file:///C:/Documents%20and%20Settings/Administrator/My%20Documents/seminar/bhn%20skripsi/Dampak_Limbah.htm